_3_
Kami adalah tiga buibu usia 40-an
awal yang hobinya nongkrong di wedangan sambil menghabiskan gorengan dan maido
mas e yang jualan. Berawal seabad yang lalu, kami dipertemukan oleh sebuah job
vacancy di sebuah lembaga bahasa yang terbesar dan tersebar di seluruh
Indonesia. Kami bertiga (dan 4 yang lain) adalah survivor dari kejamnya sederet
test masuk menjadi seorang pengajar bahasa Inggris. Entah kenapa kami bertiga
yang akhirnya vibing together forever, sering menghabiskan waktu
bersama. Tetapi setelah seabad ini saya
baru menyadari ada beberapa hal yang menyatukan kami, terlepas dari perbedaan
di antara kami bertiga.
Kami bertiga sangat berbeda satu sama lain. Pertama, perbedaan umur. Diantara kami bertiga, saya yang tertua. Saya
lahir sepasar setelah Patih Gadjahmada
dilahirkan. Mereka 2 dasawarsa lebih
muda daripada saya tetapi kami tetap bisa bergembira bersama. Meskipun secara
angka saya paling senior, bukan berarti saya yang paling dewasa dan mumpuni di
segala bidang. Mereka berdualah guru-guru saya dalam mengarungi kehidupan berkeluarga
buibu usia 40s. Networking mereka lebih luas dibandingkan saya yang hanya
bergaul dengan binatang dan tumbuhan. Wkwkwkwk…
Kedua, daerah asal. Siska dan Ninda adalah priyayi native
Surakarta dengan kepribadian yang santun dan halus perasaannya. Sementara
saya adalah rakyat jelata immigrant dari tlatah Jawa Wetan yang straightforward
dan pedes. Perbedaan karakter ini tidak pernah membuat kami kesulitan
berkomunikasi, malah sebaliknya kami bisa saling melengkapi. Misalnya, ketika
saya sedang ingin misuh-misuh, mereka berdualah yang meredam keinginan saya
untuk mengucapkan kata-kata mutiara tersebut.
Meskipun akhirnya salah satu dari mereka kadang ingin mencoba misuh
juga. Misuh itu asyik dan melegakan katanya. Kaaamdyaniiii oook….
Ketiga, agama. Perbedaan
satu ini yang selalu saya banggakan ketika orang-orang di luar sana selalu
bertengkar masalah agama. Kami bertiga berbeda kepercayaan tetapi kami tidak
pernah menggunakan perbedaan ini untuk saling beradu argument agama mana yang
lebih baik. Siska adalah seorang Katolik yang taat dan Ninda adalah jamaah GKJ
yang menurut saya adalah Kristen alusan. Sementara saya sendiri seorang Muslim
yang cuma modal kerudungan pashmina serta masih memuja Nergal vokalis Behemoth
itu.
Kami kadang saling bertukar pengetahuan tentang trivia
beragama kami. Kami sering nongkrong melewati jam sholat maghrib dan merekapun
mengerti bahwa saya yang Islam KTP ini ada wajib lapor. Jadi kami memilih
tempat nongkrong yang ada musholanya. Bahkan saya selalu diantar ke mushola di
sebuah mall ketika kami hang out di situ. Mereka takut saya tersesat dan hilang
di mall, karena saya biasanya cuma blakra’an di tegalan.
Di awal pertemanan, kami berprofesi sama, mengajar bahasa Inggris. Saat-saat masih
sekantor bersama itulah semangat nongkrong kami mulai terbangun. Hampir setiap selesai jam mengajar, kami
selalu mampir ke tempat-tempat per-nongkrongan mulai sekelas wedangan/
angkringan sampai sekelas fastfood restaurant. Tetapi seiring berjalannya waktu
mereka berdua menceburkan diri ke kolam yang lebih besar sementara saya masih
bertahan di tempat lama karena keasyikan keceh di sana. Ninda mengabdikan
dirinya menjadi seorang guru sekolah formal. Dan Siska menjawab tantangan
dirinya yang adalah lulusan MIPA Statistik untuk menjadi seorang HRD. (Eh gak
nyambung ya? Ben wis…. Pokokmen.) Sementara saya masih mencintai profesi saya
sebagai pengajar bahasa Inggris di tempat di mana kami pertama kali bertemu.
Mereka berdua sebagaimana normalnya pekerja 9 to 5, kadang sulit untuk
ngumpul bareng karena kesibukan mereka. Hanya saya yang rupanya paling sela
sampai sempat-sempatnya nulis ini. Hahahaha…. Dengan perbedaan profesi kami
saat ini, kami bisa saling berbagi cerita tentang kesibukan masing-masing. Saya
yang selama 2 tahun berkelana di dunia maya dan mulai terbiasa ngobrol dengan screen
merasa sangat beruntung dengan adanya mereka yang bercerita bagaimana rasanya
berurusan dengan orang-orang secara nyata-- hal yang hampir-hampir saya lupa
rasanya.
Urusan musikpun kami sangat sangat berbeda selera. Tetapi
sekali lagi perbedaan ini tidak pernah menjadi bahan kami olok-olokan tentang
music siapa yang lebih keren. Ninda
adalah penggemar musik-musik dengan tema romantic dan klasik sesuai dengan
pribadinya yang paling dewasa diantara kami bertiga. Okeeee, iyaaaa …saya
paling tua tapi bukan saya yang paling dewasa…. Halt den Mund!!
Siska ini orangnya dinamis dan enerjik jadi sesuai banget
kalau dia adalah penggemar dedek-dedek gemes BTS yang lincah nan menggoda iman
umat K-popers.
Saya? Well…. I was born in the darkness and molded by it.
Tentu saja saya tidak pernah berubah dari selera asal. Musik metal dengan
segala cabangnya adalah ear worm saya sehari-hari. Dari yang patriotic
semacam Iron Maiden sampai yang Satanic semacam Behemoth dan Dimmu Borgir telah
menjadi lagu wajib sehari-hari saya.
Pernahkah saya yang jamaah metal ini mengolok-olok lagunya
BTS nya Siska atau music romantisnya NInda? Atau pernahkah mereka meledek saya
bahwa muter black metal itu seperti memuja setan? No, never. Kami tidak pernah
memakai perbedaan selera music kami untuk saling menghina. Bahkan beberapa band
yang saya dengarkan membawa pesan anti this and that serta jelas-jelas
bertentangan dengan kepercayaan mereka, tetapi mereka tetap mau berteman dengan
saya.
Begitu berbedanya kami, lalu apa yang menyatukan kami
sehingga kami bisa berteman selama ini ?
Kopi, buku, dan crochet.
Sounds buibu banget ya? What do you expect? We are buibu,
mother-mother, but not motherf*****s for sure!!!
Kopi. Kami bertiga suka nongkrong bareng di kedai
kopi. Tidak ada pilihan spesifik kedai kopi seperti apa yang kami suka. Asal tempatnya
nyaman dan tidak terlalu bising, disitulah kami berlama-lama ngobrol sambil
sesekali maido waiternya yang tidak menguasai product knowledge
warkopnya atau maido kopinya yang tidak seindah promosinya di IG.
Wkwkwkwk…. Jadi kalau suatu saat kalian sedang di warkop dan ada tiga buibu
yang sedang interogasi waiter atau baristanya, mungkin itu kami.
Buku. Kami bertiga penyuka buku. Lagi-lagi preferensi
genre bacaan kamipun berbeda sangat. Ninda sangat menyukai buku-buku yang
inspiratif dan penuh makna kehidupan semacam Paulo Coelho dan novel-novel romance klasik. Siska tidak jauh berbeda
dengan Ninda, dia juga menyukai novel-novel romance klasik, tetapi preferensi
Siska sedikit beririsan dengan preferensi saya yang sedikit dark, yaitu Fifty Shades of Grey. Damn!! cuma 18+ yang tahu ini. Hahaha… No no…
seriously. Preferensi bacaan saya lebih ke non-fiksi ataupun kalaupun fiksi
mesti ada gebuk-gebukannya semacam Bourne, Trilogy-nya Ludlum. Singkatnya kami sering berdiskusi sesuatu
yang berasal dari sebuah buku apapun itu genrenya.
Crochet. Merajut. Tetapi bukan merajut cinta yaaa…. Ini
merajut dalam arti yang sebenarnya. Kami bertiga kadang nongkrong sambil
membawa benang dan jarum rajut. Hal yang mungkin jarang dilakukan buibu
metropolis karena bisa menurunkan image—gak bakalan ada dedek-dedek ganteng
yang melirik buibu nongkrong sambil merajut. Macem nenek-nenek. Wkwkwkw….
Cuma itu persamaannya? Masak gak nggosipin teman lain gitu?
Hey… itu pasti dong. Hahaha… Bohong kalau bilang tidak. Apabila ada dua orang
atau lebih yang berkumpul maka setidaknya ada satu orang lain yang dibicarakan.
Normal itu.
Dari pertemanan kami ini saya belajar sangat banyak. Teman bukan
hanya orang yang berbagi banyak persamaan denganmu. Bukan pula orang yang suatu
ketika mengatakan padamu , “Karena kamu temanku…” tetapi datang kepadamu hanya ketika
butuh saja. (Emang ada teman yang kayak begini? Adaaaaaa... Ada banget. Hahaha.) Teman bukanlah orang yang selalu kemana-mana ubyang-ubyung
bersama. Tetapi teman adalah orang yang
selalu ada untukmu kapanpun, daring ataupun luring. Tidak peduli seberapa lama
dia akan menjawab pesan yang kamu kirimkan, tetapi ketika dia menjawab itu
tandanya dia masih mengingatmu dan peduli padamu. Teman adalah orang yang mengerti
betul tentang kegilaan-kegilaanmu, kepedihanmu, dan segala keburukanmu tetapi tidak
menceritakannya kepada orang lain ketika kau tidak bersamanya.
Orang bilang ketika kamu masih berteman dengan orang yang sama lebih dari sekian tahun, maka orang tersebut adalah teman sejatimu. Well gak juga.... Waktu bukan jaminan.
Teman banyakpun bukan jaminan kamu benar-benar punya teman. Saya tidak punya banyak teman tetapi saya cuma punya mereka yang selalu paham dengan segala kegilaan saya.
All in all, thank you for being my friends for more than a century long.