HARGA DIRI DI ATAS RODA
Bagaimanakah rasanya ketika anda sedang melaju di jalanan di
atas moda transportasi impian anda? Apa rasanya ketika banyak mata memandangi
kendaraan anda dengan kagum ketika anda berhenti di traffic light? Apa yang ada
di pikiran anda ketika melihat sesama pengguna jalan yang naik kendaraan yang
tidak lebih bagus daripada milik anda? Pasti akan timbul efek “WOW”...
Saya juga pernah merasakan itu. Jauh sebelum saya punya
kendaraan baru, saya terbiasa menunggangi kyai Kebo Ijo, Honda SuperCub 1982,
kemanapun saya pergi. Banyak yang kagum
dengan tunggangan saya itu. Entah kagum karena sudah tua masih bisa jalan, atau
kagum karena betapa jaman sekarang masih ada orang yang tidak mampu beli motor
baru. Itu dulu. Sekarang saya harus naik si Hijau yang lain karena sang Kyai
sudah uzur, betapa tidak umurnya hanya selisih beberapa tahun dengan saya.
Kalau saja ia masih sehat saya pasti masih setia bersamanya. Dengan si Hijau
yang baru ini, pertama kali naik rasanya memang wow! Maklum seumur-umur baru
kali ini saya beli motor baru. Tetapi
satu dua hari saya merasa itu bukan lagi sesuatu yang istimewa. Buanyaaaak sekali orang lain yang bisa
membeli seperti milik saya, bahkan yang jauh lebih bagus dan lebih mahal dari
milik saya. Bahkan orang-orang yang sehari-harinya bekerja serabutan dengan
penghasilan yang tidak menentu banyak yang memaksakan untuk membeli satu motor
baru. Saya beberapa kali melihat
kenyataan itu. Ketika melewati rumah-rumah kos kelas bawah, yang terkesan
kumuh, disitu terparkir motor-motor keluaran terakhir yang sangat kinclong.
Padahal saya melihat anak-anak penghuninya dekil dan tidak terurus. Pernah
suatu kali saya sedang bersepeda dan melewati sebuah rumah yang jauh dari yang
namanya bagus atau terawat, didalamnya terparkir sebuah motor matik yang
harganya hampir dua kali si Hijau. Setahu saya penghuninya bukanlah orang yang
bekerja kantoran atau yang kerjanya membutuhkan kendaraan. Sebenarnya bukan apa
pekerjaan si pemilik motor itu yang jadi masalah, tetapi lebih karena apa
tujuan utama ia memiliki motor itu.
Menurut saya, jaman sekarang tujuan banyak orang memiliki
kendaraan itu bukan lagi murni hanya karena membutuhkan alat transportasi
pribadi tetapi lebih karena HARGA DIRI.
Dengan naik kendaraan itu, orang lain yang melihat tidak akan tahu apa dan
siapa dia, yang jelas tunggangannya baru dan, kalau untung, sedikit berkelas. Dengan
begitu ia tidak akan dipandang sebelah mata oleh pengguna jalan yang lain. Lain halnya kalau ia hanya naik kendaraan
keluaran 10-30 tahun yang lalu, tak akan ada yang meliriknya sekalipun ia
sebenarnya seorang berpunya.
Jangan senang dulu.
Motor baru bukan berarti harga diri sudah tinggi dan bukan jaminan tidak
di “bully” pengguna jalan yang lain. Harga
diri di jalan tidak hanya ditentukan apakah kendaraan anda baru atau tidak,
juga oleh jumlah dan ukuran roda! Tidak percaya?
Coba naiklah sepeda sekali waktu. Rasakan bedanya ketika anda naik motor atau
mobil, atau malah kalau perlu truk tronton.
Di atas roda mana anda merasa berkuasa? Pasti di atas roda yang lebih
besar dan lebih banyak. Ketika anda naik
sepeda yang beroda paling kecil dan paling sedikit diantara moda transportasi,
motor, mobil dan kendaraan lain akan dengan semena-mena menyalip bahkan memepet
anda sepanjang jalan. Tak jarang masih juga di aniaya secara verbal oleh
pengguna jalan yang lain padahal jelas-jelas naik sepeda itu pasti mengalah
dari pengguna jalan yang lain. Nasib memang belum berpihak kepada pesepeda
meskipun kadang harga sepedanya mungkin bisa dua atau tiga kali motor
baru. Tetapi sekali lagi karena ukuran
dan jumlah rodanya, sodara-sodara!
Jadi kalau anda ingin dihargai di jalan raya, belilah truk
tronton yang baru. Dijamin semua orang bahkan tetangga anda akan ber”WOW” sepanjang
hari! Bagaimana? Sebenarnya dihargai atau tidak, yang penting adalah bagaimana
kita mengendarai tunggangan kita di jalan raya. Meskipun kendaraan kita
up-to-date dan mahal kalau dijalan raya tidak paham aturan lalu lintas sama
sekali tidak akan ada bedanya dengan naik kerbau yang membajak di sawah. Masih mending
naik kerbau pembajak sawah karena menghasilkan karya, sementara kebut-kebutan
di jalan raya hanya menghasilkan celaka.