Total Tayangan Halaman

Rabu, 27 Juni 2012


HARGA DIRI DI ATAS RODA


Bagaimanakah rasanya ketika anda sedang melaju di jalanan di atas moda transportasi impian anda? Apa rasanya ketika banyak mata memandangi kendaraan anda dengan kagum ketika anda berhenti di traffic light? Apa yang ada di pikiran anda ketika melihat sesama pengguna jalan yang naik kendaraan yang tidak lebih bagus daripada milik anda? Pasti akan timbul efek “WOW”...

Saya juga pernah merasakan itu. Jauh sebelum saya punya kendaraan baru, saya terbiasa menunggangi kyai Kebo Ijo, Honda SuperCub 1982, kemanapun saya pergi.  Banyak yang kagum dengan tunggangan saya itu. Entah kagum karena sudah tua masih bisa jalan, atau kagum karena betapa jaman sekarang masih ada orang yang tidak mampu beli motor baru. Itu dulu. Sekarang saya harus naik si Hijau yang lain karena sang Kyai sudah uzur, betapa tidak umurnya hanya selisih beberapa tahun dengan saya. Kalau saja ia masih sehat saya pasti masih setia bersamanya. Dengan si Hijau yang baru ini, pertama kali naik rasanya memang wow! Maklum seumur-umur baru kali ini saya beli motor baru.  Tetapi satu dua hari saya merasa itu bukan lagi sesuatu yang istimewa.  Buanyaaaak sekali orang lain yang bisa membeli seperti milik saya, bahkan yang jauh lebih bagus dan lebih mahal dari milik saya. Bahkan orang-orang yang sehari-harinya bekerja serabutan dengan penghasilan yang tidak menentu banyak yang memaksakan untuk membeli satu motor baru.  Saya beberapa kali melihat kenyataan itu. Ketika melewati rumah-rumah kos kelas bawah, yang terkesan kumuh, disitu terparkir motor-motor keluaran terakhir yang sangat kinclong. Padahal saya melihat anak-anak penghuninya dekil dan tidak terurus. Pernah suatu kali saya sedang bersepeda dan melewati sebuah rumah yang jauh dari yang namanya bagus atau terawat, didalamnya terparkir sebuah motor matik yang harganya hampir dua kali si Hijau. Setahu saya penghuninya bukanlah orang yang bekerja kantoran atau yang kerjanya membutuhkan kendaraan. Sebenarnya bukan apa pekerjaan si pemilik motor itu yang jadi masalah, tetapi lebih karena apa tujuan utama ia memiliki motor itu.

Menurut saya, jaman sekarang tujuan banyak orang memiliki kendaraan itu bukan lagi murni hanya karena membutuhkan alat transportasi pribadi tetapi lebih karena HARGA DIRI. Dengan naik kendaraan itu, orang lain yang melihat tidak akan tahu apa dan siapa dia, yang jelas tunggangannya baru dan, kalau untung, sedikit berkelas. Dengan begitu ia tidak akan dipandang sebelah mata oleh pengguna jalan yang lain.  Lain halnya kalau ia hanya naik kendaraan keluaran 10-30 tahun yang lalu, tak akan ada yang meliriknya sekalipun ia sebenarnya seorang berpunya.

Jangan senang dulu.  Motor baru bukan berarti harga diri sudah tinggi dan bukan jaminan tidak di “bully” pengguna jalan yang lain.  Harga diri di jalan tidak hanya ditentukan apakah kendaraan anda baru atau tidak, juga oleh jumlah dan ukuran roda!  Tidak percaya? Coba naiklah sepeda sekali waktu. Rasakan bedanya ketika anda naik motor atau mobil, atau malah kalau perlu truk tronton.  Di atas roda mana anda merasa berkuasa? Pasti di atas roda yang lebih besar dan lebih banyak.  Ketika anda naik sepeda yang beroda paling kecil dan paling sedikit diantara moda transportasi, motor, mobil dan kendaraan lain akan dengan semena-mena menyalip bahkan memepet anda sepanjang jalan. Tak jarang masih juga di aniaya secara verbal oleh pengguna jalan yang lain padahal jelas-jelas naik sepeda itu pasti mengalah dari pengguna jalan yang lain. Nasib memang belum berpihak kepada pesepeda meskipun kadang harga sepedanya mungkin bisa dua atau tiga kali motor baru.  Tetapi sekali lagi karena ukuran dan jumlah rodanya, sodara-sodara!
Jadi kalau anda ingin dihargai di jalan raya, belilah truk tronton yang baru. Dijamin semua orang bahkan tetangga anda akan ber”WOW” sepanjang hari! Bagaimana? Sebenarnya dihargai atau tidak, yang penting adalah bagaimana kita mengendarai tunggangan kita di jalan raya. Meskipun kendaraan kita up-to-date dan mahal kalau dijalan raya tidak paham aturan lalu lintas sama sekali tidak akan ada bedanya dengan naik kerbau yang membajak di sawah. Masih mending naik kerbau pembajak sawah karena menghasilkan karya, sementara kebut-kebutan di jalan raya hanya menghasilkan celaka.