Total Tayangan Halaman

Jumat, 22 November 2019

CABUK RAMBAK


CABUK RAMBAK

Cabuk  rambak  /cabukrambak/  n (C) makanan khas Solo yang terbuat dari ketupat  (rice cake / kupat) dengan saus wijen manis gurih dan dimakan dengan lauk karak  a.k.a rice crackers a.k.a lempeng (Jawatimur).


 Makanan khas Solo ini sampai sekarang masih bisa dijumpai di pasar-pasar tradisional atau ibu-ibu penjual keliling. Beberapa masih memegang teguh pakem tetapi beberapa sudah terimbas modernisasi. Untuk yang masih memegang teguh pakem, ketupat harus benar-benar dibungkus daun kelapa (janur/ blarak). Karena dibungkus daun kelapa maka aroma nya tentu saja lebih sedap dibandingkan yang ketupat berbungkus plastik. Sayangnya beberapa penjual memilih memakai plastik untuk bungkus ketupatnya karena alasan kesulitan mencari daun kelapa. Menurut Ibu bakul cabuk rambak yang pernah saya tanyai, satu papah ( satu pelepah) dihargai Rp 30000. Satu pelepah entah ada berapa helai daun saya kurang tahu. Tentu saja harganya  lebih mahal dibandingkan plastik yang hanya Rp 10000an sudah dapat 100 lembar.

Cabuk rambak adalah makanan yang unik menurut saya. Pertama kali saya mengenal makanan ini sekitar 15 tahun yang lalu. Awalnya lidah Jawa Timur saya agak menolak rasanya karena cenderung manis dan sama sekali tidak ada sentuhan cabe. Tetapi setelah mencoba beberapa kali akhirnya saya cinta betul dengan makanan ini.  Karena cinta maka saya berusaha mencari apa yang membuat rasanya begitu unik.

Kupat. Seperti yang sudah saya sebut diawal, serta sesuai kitab suci perkupatan, kupat seharusnya dibuat dengan bungkus daun kelapa supaya aroma harum daun kelapa bisa merasuk ke beras yang dimasak berjam-jam menjadi kupat. Selain itu daun kelapa membuat warna ketupat sedikit ada shading – nya, nggak cuma putih memplak aja kayak muka mbak2 yang pake sekinker murahan. Hahaha… Back to topic, please!  Selain itu, ketika kupat diiris, suara pisau memotong bungkus daun kelapa itu kres..kres-nya saaaaangat merdu di telinga saya. Xixixixi.


Ibu bakul cabuk rambak wilayah
 kerja Tipes - Panularan, Solo.
Sambel cabuk. Saya jujur tidak tahu arti cabuk sebenarnya, hanya menduga-duga saja bahwa cabuk adalah wijen. Beberapa orang asli Solo yang pernah saya tanyai mengapa itu sambel disebut sambel cabuk ternyata tidak tahu juga. Akhirnya saya simpulkan sendiri aja, cabuk is wijen a.k.a sesame.  Sesame sopir dilarang mendahului   Menurut analisa saya, rasa gurihnya berasal dari wijen sangrai yang ditumbuk halus. Wijen kalau independen seperti di onde-onde memang tidak ada rasanya. Tetapi ketika mereka bersatu dan disangrai lalu ditumbuk, muncullah aroma harum dan rasa yang manis gurih. Belum cukup sampai disitu. Wijen tumbuk ditambah bumbu-bumbu lain yang membuatnya aromanya semakin semerbak dan rasanya semakin legit. Sekali lagi menurut benchmarking pribadi, bumbu yang dihaluskan bersama wijen tumbuk tadi kira-kira adalah kencur, gula dan garam pastinya, dan daun jeruk purut. Kadang ada yang menambahkan daun jeruk purut iris disambalnya yang belum dicairkan. Inilah yang membuat aromanya sangat khas. Sekarang bayangkan…gurihnya wijen dipadu aroma dan rasa kencur yang sedikit sepet semriwing plus aroma daun jeruk purut. Belum bisa membayangkan?.... Yowis tukua dewe…

Karak. Makanan ini disebut lempeng di daerah Karesidenan Madiun. Konon karaka tau lempeng terbuat dari nasi ditumbuk bersama garam cetitet a.k.a borax lalu diiris tipis dan dijemur. Kalau sudah kering, karak mentah digoreng dengan minyak. Kenapa saya mesti sebut pakai minyak, karena ada jenis karak yang dipanggang yaitu jrangking. Kapan-kapan saya tulis ini deh… Pertama kali saya makan cabuk rambak, saya sebenarnya tertipu. Saya pikir rambak yang dimaksud adalah rambak kulit sapi, eeee …. gak taunya cuma karak. Hahaha… Gak tau juga kenapa disebut rambak. Mungkin untuk menghibur rakyat jelata seperti saya, jajan bunyinya rambak kan keren karena mahal,  tapi kenyataannya cuma karak. You know, rambak is mihil. Karak 2000 rupiah dapat 7 lembar, rambak sapi 2000 rupiah dapat pisuhan bakule. Wkwkwkwk… Cabuk rambak akan memunculkan rasa yang sempurna ketika karak yang disajikan bersamanya ada nuansa agak gosong-gosong. Aroma sangit dan sensasi kriuknya karak gosong  sungguh tak tergantikan. 

Daun pisang.  Kehadiran daun pisang sebagai pembungkus cabuk rambak adalah sangat esensial.  Sama halnya dengan daun kelapa pembungkus kupat tadi, daun pisang memberikan aroma yang khas dan sensasi memegang pincuk yang sangat berbeda dari bungkus kertas minyak. Selain itu bungkus daun sangat ramah lingkungan. Jadi sebaiknya kalau kamu berkunjung ke Solo dan hendak membeli cabuk rambak, pastikan bungkusnya daun pisang, bukan daun ganja atau daun pintu.

Terakhir tetapi penting juga.

Biting. Benda kecil sepanjang kurleb 7 cm biasanya terbuat dari tulang daun kelapa atau bambu yang diruncingkan seperti jarum. Benda ini sangat penting karena mempunyai dwifungsi  ABRI (sounds ORBA, doesn’t  it?) Pertama, biting berfungsi untuk mengancingkan bungkus cabuk rambak. Stapler OK tetapi bahaya tertelan, karet no problem tetapi bahaya kejepret. Biting? Yes. Kedua, selain untuk mengancingkan bungkusnya, biting berfungsi sebagai alat makan. Makan cabuk rambak itu paling afdol adalah dengan biting, bukan dengan garpu yang kebarat-baratan. Cukup sunduk itu potongan kupat yang berlumur sambal cabuk dengan biting, lalu hap dan gigit karaknya pelan-pelan.  That’s heaven…

Demikian hasil benchmarking saya tentang cabuk rambak. Kalau ada kurang dan keliru mohon maaf karena kesempurnaan adalah milik Tuhan. (*nulis gini sambil ngelap iler
(Ora sah ngguyu….aku serius!)


Notes: Foto koleksi pribadi