REUNION BLUES
Pertanyaan-pertanyaan
hahingan seputar reuni
(non-single mode)
Bulan Syawal
gini, topik yang paling hot dibicarakan
dan dibuat update status adalah reuni. Ya, reuni atau kumpul-kumpul dengan
teman lama. Hampir semua akun teman-teman di sosial media
mengunggah foto-foto mereka ketika bersua dengan teman-teman lama. Settingnya
beragam, mulai dari yang sekedar kumpul-kumpul di warung lesehan sampai yang
bertempat di sebuah convention hall dengan backdrop MMT segede gaban
bertuliskan angkatan sekolah mereka. Bahkan ada pula yang dibela-belain pake
seragam. Sangat menarik dan membahagiakan meskipun hanya melihat foto-fotonya.
Pada dasarnya reuni adalah sesuatu yang membahagiakan asal tidak muncul
pertanyaan-pertanyaan hahingan yang kerap muncul dan bikin baper setelah reuni.
Pertanyaan
hahingan pertama yang biasa muncul adalah “Anaknya mana kok gak ikut?”. Itu
belum seberapa hahingan sih, tetapi kalau kemudian berlanjut dengan pertanyaan
ini,”Loh, belum punya momongan to? Emang udah berapa tahun nikah? Udah
konsultasi kemana aja? Udah pake treatment apa aja?”. Huhuhu...hungguh hahingan
orang yang bertanya sebanyak ini. Tapi kenyataan di luar sana banyaaaak orang
yang seperti ini. Entah apa yang ada dalam pikiran mereka sehingga banyak
sekali pertanyaan yang harus saya jawab.
Dan pula, apa untungnya buat mereka tahu informasi pribadi sedetil itu.
Cuma mau bilang, “Yang sabar ya... nanti
pasti diberi kok. Berdoa aja. Tetap semangat” ? Eh badala...sok tau pula. Kapan
situ di kontak sama Tuhan kok tahu saya mau dikasih surprise. Kok tau juga saya
gak pernah berdoa? Hmm.... Sebenarnya teman seperti ini perlu diapresiasi
lho... Dia adalah teman yang baik karena memberi semangat kepada sesama
temannya yang masuk kategori “difabel” ini.
Buat saya pribadi, sebisanya tidak bertanya topik ini ketika bertemu
dengan teman lama siapapun itu. Karena
saya tahu menjawab pertanyaan-pertanyaan ini sangatlah tidak mudah dan tidak
nyaman. Saya mengalaminya berulang kali. Kadang-kadang saya berpikir sebaiknya
saya memakai sandal jepit kemana-mana, sehingga kalau suatu kali bertemu dengan
kawan yang semacam ini langsung saja angkat itu sandal dan plaak!... Pedes
khan?
Biasanya di
acara reuni, teman-teman seangkatan akan duduk bersama sementara anggota
keluarga ada di satu bagian barisan yang berbeda. Nah, kalau sudah gitu pasti akan akan ada
pertanyaan,” Yang mana anakmu? Yang mana suamimu/ istrimu?” Pertanyaan yang
cukup biasa, ringan dan tidak menyakitkan siapapun. Asaaaal....tidak diikuti
pertanyaan ini,”Oh, itu anakmu? Kok beda banget sama kamu dan suamimu?”
Hasyuuu... Daripada pusing-pusing dan bikin baper, jawab aja dapet beli di
online shop. Titik. Penting ya tahu asal
usul anak saya? Mikir dong, kalau pertanyaan itu didengar si anak, sampai rumah
bisa jadi dia akan bertanya,”Ibu, apakah benar saya bukan anak Ibu dan Bapak?
Kata tante tadi saya gak mirip Ibu Bapak?” Lhoooh...bahaya khan? Jangan sampai
muncul sinetron “Aku Mirip Siapa?”.
Belum lagi kalau pertanyaan kedua itu muncul,”Yang mana suami/istri mu?
Yang itu ya? Kok kelihatan lebih tua dari kamu? Emang selisih berapa tahun?”
Eeeeer, kapan-kapan kita ketemuan saya bawain KK dan surat nikah aja ya. Biar
jelas semua. Kok ada ya yang tega bertanya seperti itu? Adaaaa.... Dan lagi
saya mengalaminya juga. Teman saya yang mulia ini menanyakan mengapa suami saya
terlihat lebih tua dari saya. Maunya saya jawab serius, tetapi dengan guyonan
saya jawab aja, saya dikutuk awet muda. Parahnya, dia tidak cuma mengkomentari
suami saya seorang , tetapi juga teman-teman yang lain. Harap maklum juga sih, bojonya dia teman sekelas kami juga. Wajar dong kalo masih
sama-sama terlihat “muda”. Tetapi dari nada bicaranya dia membanggakan suaminya
lebih dari suami-suami teman lain. Ya iyalah... masak mau membanggkan suami tetangga. Yang
mengganjal di saya adalah saya bisa menerima itu kalau suaminya segagah mas
Leonardo DiCaprio dimana semakin berumur semakin (*“cemakot”.
Tetapi...yaah... kenyataannya standar aja tuh, skor paling 5-6 poin lah. Yang
saya semakin tidak mengerti definisi dari “tua-muda”nya dia itu adalah selama
kami bertemu dan bercanda dengan sesama teman lama, berulang kali dia
menghentikan guyonan kami dengan sebuah kalimat,”Wis ah, wis tuwa. Wis ra pantes. Diguyu sing enom-enom ngko”.
(Sudah...sudah. Kita sudah tua, tidak pantas. Nanti ditertawakan yang
muda-muda”). Saya kemudian berpikir keras apa sebenarnya maksud dia
mengkomentari suami saya dan beberapa teman kami terlihat tua. Asuudahlah...
Tua muda adalah kata sifat yang sangat subyektif, tergantung generasi mana yang
berbicara (*benerin kacamata plus).
Reuni kadang
secara tidak kentara menjadi ajang unjuk bukti kesuksesan selama kurun waktu
tertentu. Sukses dalam segala hal, mulai dari sukses menggaet gebetan semasa
sekolah, sukses beranak banyak, sukses bertransformasi dari seorang tomboy
hahindul menjadi mamah-mamah cantik nan menggemaskan, sukses dalam pekerjaan,
dan masih banyak lagi. Mungkin banyak
yang mengatakan kalau kehadiran kami, saya, anda, tidak untuk menunjukkan semua itu. Tetapi
apakah mungkin kita datang di acara nan agung itu dengan wujud “awul-awulan”? Nggak mungkin khan? Bisa-bisa kita malah ditangkap aparat karena
memasuki area nan gemerlap dengan tampang yang ahsudahlah. Suatu kali nun di sebuah acara reuni beberapa
tahun lalu, tersebutlah sebuah percakapan antara saya dengan seorang kawan
lama. “Eh, kamu tinggal dimana sekarang? Perumahan ya? KPR?” Dalam percakapan
itu terceplos dari mulut saya bahwa saya masih punya kriditan KPR.
Eh..badalah....komen dia apa coba? “Masak sih udah kerja 10 tahun lebih rumah masih
kridit aja”. Astaga, saya tidak siap dengan kosakata pisuhan yang saya kuasai. Maka
dengan santai saya jawab, “Yo maklum, sing mampu kredit ki biasane malah sing
duite akeh”. (Maklum aja, yang mampu kredit itu cuma orang berduit). Kalau dipikir bener juga lho, kita kredit
sesuatu dalam jangka waktu sekian tahun, harga barang yang kita beli tersebut
jadi berlipat-lipat kan? Duitnya banyak khan? Cumaaaannn...duitnya gak di kita.
Itu aja. Hahaha...syu. Apapun alasan dia menanyakan dan mengkomentari saya
sedemikian adalah dengan tidak langsung menunjukkan bahwa dia sudah selesai
dengan hutang-hutangnya, sudah gak kridit-kridit lagi. Keren khan? Tapi buat
saya, jaman sekarang hidup tanpa kredit itu seperti minum kopi pake cup
Setarbak tapi isinya kopi sasetan beli dua dapat satu. Ngapusi luar dalam. Hahaha...
Selanjutnya,
pertanyaan hahindul yang biasanya muncul dengan spontan terutama di kalangan
mamah-mamah adalah, ”Hey, kamu hamil ya? Kok badanmu gendutan? Wah, hidupmu
makmur ya? Kamu kurus amat sih? Kamu kecapekan ya?” (**Demi merk netbuk saya dalam bentuk single!)
Pertanyaan-pertanyaan ini sungguh sangat
ringan, tetapi sangat menyakitkan untuk dijawab sebagian individu. Saya tahu maksudnya adalah membandingkan
wujud fisik ketika dulu masih sekolah jaman the
Smiling General berkuasa dengan sekarang jamannya The Working Vlogger. Ya jelas beda atuh Mamah... Dulu kurus kering
karena malas makan. Di rumah dipaksa
makan dengan sayur bayam yang akhirnya tidak dimakan sementara mau jajan steak,
burger , atau kue pastry hibrida milik para artis itu belum ada yang
jualan. Sekarang? Males makan sayur
bayam, tinggal order online, makanan lezat bisa langsung datang ke depan pintu
kita setiap saat. Jadi beda ukuran ya
wajar laaah...kalau tetap ukuran semula ngeri dong! Emangnya kita hidup di
Neverland- negeri dimana bisa menjadi anak-anak selamanya-? Faktor usia dan gaya hidup adalah salah dua yang
membentuk fisik kita saat ini. Jadi
sangat tidak adil kalau ada yang mengkomentari bentuk badan seorang teman
lama. Helloo...maem banyak, males olah
raga, umur sudah hampir 40, maunya langsing aja? Bagus. Ambil bantalnya
sana.....
Terakhir, dan
semoga pertanyaan ini tidak akan pernah muncul lagi sampai kapanpun. Sebagian orang datang ke reuni dengan full squad, suami, istri, anak, cucu,
kakek, nenek... Sebagian yang lain merasa baik-baik saja datang seorang diri. Saya
adalah salah satu yang merasa lebih nyaman datang sendiri. Bukan karena
apa-apa, tetapi lebih memberi kebebasan suami saya untuk ikut saya atau tidak. Kebetulan
dia tidak tahan duduk diam lama-lama hanya mendengarkan ini itu, ya sudah saya
biarkan dia jalan sendiri sementara saya ngumpul dengan teman-teman. Keadaan inipun
menimbulkan satu pertanyaan dari seorang teman yang Alhamdulillaah sangat “perhatian”
kepada yang lain. Karena ini pertanyaan yang sangat langka, maka diapun
bertanyanya dengan bisik-bisik dan sangat rahasia. “Eh, kamu nggak “itu” khan?”
Saya kurang tahu maksud dari kata “itu”.
Bertanyalah saya. Ooooh...maksudnya dia
tanya apakah saya masih “straight”
karena saya hampir tidak pernah terlihat datang dengan suami saya di setiap
acara, plus sampai kiamat hampir datang saya tidak juga menggendong satu
bayipun. Pertanyaan ini adalah satu yang
tidak saya jawab, tetapi saya balik bertanya ke dia, “Menurutmu?” Bener-bener baru kali ini saya mendapat pertanyaan
yang sangat menohok. Saya memang tidak se-“chic”
mamah-mamah yang lain, tapi Say,...guweh tuh masih doyan cowok kaliiik.... Bukannya saya benci dengan mereka yang
memiliki orientasi seksual yang berbeda, tetapi saya hanya berpikir apa untungnya
teman saya ini untuk tahu itu. Sungguh hahingan, khan? Atau jangan-jangan dia sendiri
naksir saya.... Setelah peristiwa itu, dia memutus pertemanan di sosial media.
Badalaaaa....maksudnya bagaimana ya? Sudahlah.
Ide tulisan
ini muncul ketika saya membaca status salah satu teman di jejaring sosial. Dia mengunggah status tentang mana yang
lebih disukai, reuni besar dengan banyak orang bahkan yang mungkin dulu kurang
kita kenal semasa sekolah atau sekedar kumpul-kumpul dengan teman-teman dekat semasa sekolah. Di satu sisi reuni memang membuat kita
bahagia dengan mengingat masa-masa indah ketika dosa kita masih sedikit. Tetapi
disisi lain reuni bisa berubah menjadi acara yang hahingan sekaligus hahindul
kalau muncul beberapa pertanyaan diatas dari orang-orang dari masa lampau. Saya
menulis ini berdasarkan pengalaman pribadi juga. Jadi kalau ada teman-teman
yang merasa berada di dalam cerita saya , mungkin hanya kebetulan saja.
Kebetulan pertanyaanmu terpilih jadi ide tulisanku maksudnya. Ra sah ge-er!! J (tur ojo mbok baleni,
nggapleki you know!)
Akhirul kata,
sebelum memutuskan menghadiri sebuah reuni atau kumpulan dengan teman lama,
pastikan mengingat kembali kosakata
pisuhan atau sebaliknya kalimat-kalimat thoyibah, sehingga ketika muncul
pertanyaan-pertanyaan tadi kita bisa kontrol diri kita sebaik-baiknya. Terima
kasih.
Notes:
(*cemakot = sesuatu yang menimbulkan perasaan ingin
menggigit obyek tersebut
(** mohon maaf hanya untuk guru/ mahasiswa Bahasa
Inggris
Tidak ada komentar:
Posting Komentar