Total Tayangan Halaman

Sabtu, 07 September 2013

KARENA RASA ADALAH SEGALANYA*

(kata2 iklan apa ya? Lupa...pinjam sebentar )


Nun di sebuah kampung dekat tempat tinggal saya, tersebutlah sebuah warung yang menjual menu-menu tradisional khas Jawa, khususnya makanan Solo.  Warung sederhana ini terletak di tengah perkampungan, memiliki halaman yang luas, dan dulu ada sebatang pohon mangga yang cukup besar di depannya sehingga kalau siang sangat teduh.  Entah mengapa terakhir saya lewat pohon mangga itu sudah tak ada lagi di tempatnya.  Ada kurang lebih 3 orang yang mengelola warung ini, Si Ibu, si Mbak, dan si Bapak.  Mereka punya tugas yang berbeda-beda.  Si Ibu dan si Mbak berada di depan melayani pembeli, dan si Bapak mondar-mandir ke dapur membuat minuman.  Setiap hari tepat jam makan siang, warung ini selalu penuh dengan pembeli sampai-sampai ada yang mengantri dari jendela.  Siapa yang tidak tergiur dengan tumpukan gorengan yang masih hangat, bau segar khas bumbu lotek dan pecel yang berpadu dengan aroma gurih kuah timlo  dan ketoprak.  Saya kurang tahu pasti ada berapa macam makanan yang dijual di sini, karena terlihat sangat banyak dan pembelinya juga berjubel sehingga agak sulit mengamati dengan seksama.  Belum lagi segala macam kerupuk, karak, dan rambak yang bergelantungan di atas meja.  Sungguh suasana yang pas untuk makan siang, apa yang dilihat bisa langsung disikat…..
Namun demikian, seumur hidup saya baru dua kali saya mampir ke warung itu.  Pertama ketika saya penasaran mengapa warung ini sedemikian ramainya, dan kunjungan saya yang kedua adalah ketika saya suatu hari ingin makan gado-gado dari warung itu.  Saya belum merencanakan kunjungan saya yang ketiga karena ada hal yang masih mengusik saya hingga detik ini, si Mbak ternyata orangnya judes dan galak minta ampyuuuun cyiiin….

Saya kemudian bertanya-tanya mengapa bisa warung itu selalu ramai padahal si Mbak yang jualan juga tidak begitu ramah.  Entah pada saat saya makan ke warung itu si Mbak lagi PMS, jadi maunya marah-marah terus.  Sampai-sampai pada saat itu, ada seorang bapak yang hendak pesan kena bentak karena terlalu lama mikir mau makan apa.  Bukan itu saja, selama saya mengantri gado-gado saya, si Mbak melayani pembeli dengan muka cemberut dan berbicara dengan ketus.  Herannya, orang-orang yang beli juga tampaknya tidak begitu terpengaruh dengan perilaku si Mbak.  Saya agak keder juga sebenarnya, sampai-sampai saya lupa tidak jadi  beli kerupuk, habis bayar saya langsung kabur.  Iiihhhhh…syereeeemmm….

Saya pernah membaca sebuah artikel tentang marketing atau customer service atau apalah namanya.  Artikel itu mengatakan bahwa melayani pembeli itu harus dengan ramah dan memberikan senyuman supaya pembeli tidak kapok untuk kembali lagi.  Ada lagi satu teori tentang pentingnya tersenyum yang menyebutkan bahwa kalau kita tersenyum, orang lain yang melihat kita akan tergerak untuk tersenyum juga sehingga terbangunlah suasana positif.   Lhah, lalu?!  Si Mbak tadi pasang muka galak dan jutek, pembeli tetap saja berjubel dan dengan sabar mengantri.   Bahkan para pembeli pun memberikan senyuman termanis mereka kepada si Mbak yang tetap saja merengut.  Lalu apa yang salah dengan teori-teori marketing dan pelayanan dan psikologi itu?  Ini yang membuat saya selalu bertanya-tanya dan belum menemukan jawaban yang memuaskan.  Bukan sekali ini saja saya menemukan bentuk pelayanan yang “menakutkan” tetapi disisi lain masih banyak juga yang menggunakan jasa dari si penjual.  

Saya kemudian berasumsi.  Satu, orang-orang yang beli di tempat si Mbak tadi adalah orang-orang yang memiliki level kesabaran tingkat dewa dan selalu berpikir positif. Jadi meskipun di aniaya secara audial oleh suara si Mbak yang ketus tetap saja mereka dengan sabar mengantri.  Tentu saja saya adalah pengecualian, karena saya kabur dan tidak kembali lagi .....   Dua, orang-orang tersebut mendapatkan tempat yang nyaman untuk mendapatkan makan siang atas nama jarak, karena beberapa pembeli yang saya lihat adalah orang-orang kampung sekitar.  Tiga, mereka telah terpenjara rasa dan harga.  Sekali kita merasakan suatu makanan yang cocok di lidah tanpa membuat kantong hancur lebur , pasti kita akan kembali ke tempat itu lagi tanpa memikirkan ini dan itu.  Rasa adalah raja, karena selalu akan membuat kita tunduk akan segala keberadaannya.  Orang mencari tempat makan sampai jauh hanya karena apa? RASA.

Entahlah, apakah asumsi-asumsi saya itu benar atau salah, saya tidak begitu peduli.  Saya cuma ingin tahu apakah pakar-pakar marketing dan pelayanan bisa menjelaskan fenomena ini, bahwa rasa adalah segalanya terlepas dari siapa yang menciptanya.