Total Tayangan Halaman

Sabtu, 06 November 2021

Merayakan seabad pertemanan kami.

                                                                         _3_

Kami adalah tiga buibu usia 40-an awal yang hobinya nongkrong di wedangan sambil menghabiskan gorengan dan maido mas e yang jualan. Berawal seabad yang lalu, kami dipertemukan oleh sebuah job vacancy di sebuah lembaga bahasa yang terbesar dan tersebar di seluruh Indonesia. Kami bertiga (dan 4 yang lain) adalah survivor dari kejamnya sederet test masuk menjadi seorang pengajar bahasa Inggris. Entah kenapa kami bertiga yang akhirnya vibing together forever, sering menghabiskan waktu bersama.  Tetapi setelah seabad ini saya baru menyadari ada beberapa hal yang menyatukan kami, terlepas dari perbedaan di antara kami bertiga.

Kami bertiga sangat berbeda satu sama lain. Pertama,  perbedaan umur.   Diantara kami bertiga, saya yang tertua. Saya lahir sepasar  setelah Patih Gadjahmada dilahirkan.  Mereka 2 dasawarsa lebih muda daripada saya tetapi kami tetap bisa bergembira bersama. Meskipun secara angka saya paling senior, bukan berarti saya yang paling dewasa dan mumpuni di segala bidang. Mereka berdualah guru-guru saya dalam mengarungi kehidupan berkeluarga buibu usia 40s. Networking mereka lebih luas dibandingkan saya yang hanya bergaul dengan binatang dan tumbuhan. Wkwkwkwk…

Kedua, daerah asal. Siska dan Ninda adalah priyayi native Surakarta dengan kepribadian yang santun dan halus perasaannya. Sementara saya adalah rakyat jelata immigrant dari tlatah Jawa Wetan yang straightforward dan pedes. Perbedaan karakter ini tidak pernah membuat kami kesulitan berkomunikasi, malah sebaliknya kami bisa saling melengkapi. Misalnya, ketika saya sedang ingin misuh-misuh, mereka berdualah yang meredam keinginan saya untuk mengucapkan kata-kata mutiara tersebut.  Meskipun akhirnya salah satu dari mereka kadang ingin mencoba misuh juga. Misuh itu asyik dan melegakan katanya. Kaaamdyaniiii oook….

Ketiga, agama.  Perbedaan satu ini yang selalu saya banggakan ketika orang-orang di luar sana selalu bertengkar masalah agama. Kami bertiga berbeda kepercayaan tetapi kami tidak pernah menggunakan perbedaan ini untuk saling beradu argument agama mana yang lebih baik. Siska adalah seorang Katolik yang taat dan Ninda adalah jamaah GKJ yang menurut saya adalah Kristen alusan. Sementara saya sendiri seorang Muslim yang cuma modal kerudungan pashmina serta masih memuja Nergal vokalis Behemoth itu.

Kami kadang saling bertukar pengetahuan tentang trivia beragama kami. Kami sering nongkrong melewati jam sholat maghrib dan merekapun mengerti bahwa saya yang Islam KTP ini ada wajib lapor. Jadi kami memilih tempat nongkrong yang ada musholanya. Bahkan saya selalu diantar ke mushola di sebuah mall ketika kami hang out di situ. Mereka takut saya tersesat dan hilang di mall, karena saya biasanya cuma blakra’an  di tegalan. 

 

Di awal pertemanan, kami berprofesi sama, mengajar bahasa Inggris. Saat-saat masih sekantor bersama itulah semangat nongkrong kami mulai terbangun.  Hampir setiap selesai jam mengajar, kami selalu mampir ke tempat-tempat per-nongkrongan mulai sekelas wedangan/ angkringan sampai sekelas fastfood restaurant. Tetapi seiring berjalannya waktu mereka berdua menceburkan diri ke kolam yang lebih besar sementara saya masih bertahan di tempat lama karena keasyikan keceh di sana. Ninda mengabdikan dirinya menjadi seorang guru sekolah formal. Dan Siska menjawab tantangan dirinya yang adalah lulusan MIPA Statistik untuk menjadi seorang HRD. (Eh gak nyambung ya? Ben wis…. Pokokmen.) Sementara saya masih mencintai profesi saya sebagai pengajar bahasa Inggris di tempat di mana kami pertama kali bertemu. Mereka berdua sebagaimana normalnya pekerja 9 to 5, kadang sulit untuk ngumpul bareng karena kesibukan mereka. Hanya saya yang rupanya paling sela sampai sempat-sempatnya nulis ini. Hahahaha…. Dengan perbedaan profesi kami saat ini, kami bisa saling berbagi cerita tentang kesibukan masing-masing. Saya yang selama 2 tahun berkelana di dunia maya dan mulai terbiasa ngobrol dengan screen merasa sangat beruntung dengan adanya mereka yang bercerita bagaimana rasanya berurusan dengan orang-orang secara nyata-- hal yang hampir-hampir saya lupa rasanya.

Urusan musikpun kami sangat sangat berbeda selera. Tetapi sekali lagi perbedaan ini tidak pernah menjadi bahan kami olok-olokan tentang music siapa yang lebih keren.  Ninda adalah penggemar musik-musik dengan tema romantic dan klasik sesuai dengan pribadinya yang paling dewasa diantara kami bertiga. Okeeee, iyaaaa …saya paling tua tapi bukan saya yang paling dewasa…. Halt den Mund!!

Siska ini orangnya dinamis dan enerjik jadi sesuai banget kalau dia adalah penggemar dedek-dedek gemes BTS yang lincah nan menggoda iman umat K-popers.  

Saya? Well…. I was born in the darkness and molded by it. Tentu saja saya tidak pernah berubah dari selera asal. Musik metal dengan segala cabangnya adalah ear worm saya sehari-hari. Dari yang patriotic semacam Iron Maiden sampai yang Satanic semacam Behemoth dan Dimmu Borgir telah menjadi lagu wajib sehari-hari saya.

Pernahkah saya yang jamaah metal ini mengolok-olok lagunya BTS nya Siska atau music romantisnya NInda? Atau pernahkah mereka meledek saya bahwa muter black metal itu seperti memuja setan? No, never. Kami tidak pernah memakai perbedaan selera music kami untuk saling menghina. Bahkan beberapa band yang saya dengarkan membawa pesan anti this and that serta jelas-jelas bertentangan dengan kepercayaan mereka, tetapi mereka tetap mau berteman dengan saya.

Begitu berbedanya kami, lalu apa yang menyatukan kami sehingga kami bisa berteman selama ini ?

Kopi, buku, dan crochet.  Sounds buibu banget ya? What do you expect? We are buibu, mother-mother, but not motherf*****s for sure!!!

Kopi. Kami bertiga suka nongkrong bareng di kedai kopi. Tidak ada pilihan spesifik kedai kopi seperti apa yang kami suka. Asal tempatnya nyaman dan tidak terlalu bising, disitulah kami berlama-lama ngobrol sambil sesekali maido waiternya yang tidak menguasai product knowledge warkopnya atau maido kopinya yang tidak seindah promosinya di IG. Wkwkwkwk…. Jadi kalau suatu saat kalian sedang di warkop dan ada tiga buibu yang sedang interogasi waiter atau baristanya, mungkin itu kami.

Buku. Kami bertiga penyuka buku. Lagi-lagi preferensi genre bacaan kamipun berbeda sangat. Ninda sangat menyukai buku-buku yang inspiratif dan penuh makna kehidupan semacam Paulo Coelho dan novel-novel  romance klasik. Siska tidak jauh berbeda dengan Ninda, dia juga menyukai novel-novel romance klasik, tetapi preferensi Siska sedikit beririsan dengan preferensi saya yang sedikit dark, yaitu  Fifty Shades of Grey. Damn!!  cuma 18+ yang tahu ini. Hahaha… No no… seriously. Preferensi bacaan saya lebih ke non-fiksi ataupun kalaupun fiksi mesti ada gebuk-gebukannya semacam Bourne, Trilogy-nya Ludlum.  Singkatnya kami sering berdiskusi sesuatu yang berasal dari sebuah buku apapun itu genrenya.

Crochet. Merajut. Tetapi bukan merajut cinta yaaa…. Ini merajut dalam arti yang sebenarnya. Kami bertiga kadang nongkrong sambil membawa benang dan jarum rajut. Hal yang mungkin jarang dilakukan buibu metropolis karena bisa menurunkan image—gak bakalan ada dedek-dedek ganteng yang melirik buibu nongkrong sambil merajut. Macem nenek-nenek.  Wkwkwkw….

Cuma itu persamaannya? Masak gak nggosipin teman lain gitu? Hey… itu pasti dong. Hahaha… Bohong kalau bilang tidak. Apabila ada dua orang atau lebih yang berkumpul maka setidaknya ada satu orang lain yang dibicarakan. Normal itu.

Dari pertemanan kami ini saya belajar sangat banyak. Teman bukan hanya orang yang berbagi banyak persamaan denganmu. Bukan pula orang yang suatu ketika mengatakan padamu , “Karena kamu temanku…” tetapi datang kepadamu hanya ketika butuh saja. (Emang ada teman yang kayak begini? Adaaaaaa...  Ada banget.  Hahaha.)  Teman bukanlah orang yang selalu kemana-mana ubyang-ubyung bersama.  Tetapi teman adalah orang yang selalu ada untukmu kapanpun, daring ataupun luring. Tidak peduli seberapa lama dia akan menjawab pesan yang kamu kirimkan, tetapi ketika dia menjawab itu tandanya dia masih mengingatmu dan peduli padamu. Teman adalah orang yang mengerti betul tentang kegilaan-kegilaanmu, kepedihanmu, dan segala keburukanmu tetapi tidak menceritakannya kepada orang lain ketika kau tidak bersamanya.

Orang bilang ketika kamu masih berteman dengan orang yang sama lebih dari sekian tahun, maka orang tersebut adalah teman sejatimu.  Well gak juga....  Waktu bukan jaminan. 

Teman banyakpun bukan jaminan kamu benar-benar punya teman.  Saya tidak punya banyak teman tetapi saya cuma punya mereka yang selalu paham dengan segala kegilaan saya.  

All in all, thank you for being my friends for more  than  a century long.

 

 

Minggu, 17 Oktober 2021

Berhentilah Sok Tahu Dengan Pilihan Hidup Orang Lain

 

Berhentilah Sok Tahu Dengan Pilihan Hidup Orang Lain

 

Mari kita awali dengan …

Membayangkan situasi ini.

            Usiamu hampir 45 tahun, umur pernikahanmu sudah setua situs Stonehenge, dan tidak memiliki anak. Tiba-tiba makbendunduk out of the blue, suatu hari seseorang mengirimimu pesan berupa video tentang sebuah terapi pijat untuk meningkatkan kesuburan supaya segera punya anak. Kamu mengenal orang ini tetapi tidak dekat bahkan jarang berinteraksi dengannya. Tetapi kamu  berdua mempunyai kondisi yang sama, bahkan orang ini usianya jauh diatasmu. Bagaimanakah perasaanmu? So-so, biasa aja? Atau agak pengin njotos ini orang?  Well … kalau saya pasti pilihan kedua. Cah hardware ogh ya…. Eh…hardcore. Senggol  jotos….

        Seriously, hal  ini terjadi pada saya beberapa hari yang lalu. Ya itu tadi makbedunduk…ada pesan masuk di gawai saya yang ternyata adalah sebuah video dari Tiktok.  Jujur saya tidak putar semuanya karena dari depan sudah berjudul njelehi; pijat titik kesuburan wanita supaya cepat hamil. C’moon….. daripada buang-buang kuota internet untuk hal yang tidak (lagi) berguna untuk saya (saat ini), saya balas pesan tersebut dengan ucapan terima kasih meskipun aslinya berpikir ini orang very how sih? (transl: piye banget). Tapi sengawur-ngawurnya saya, kalau lagi waras ya bisalah membalas hal njelehi secara baik-baik.

        Mungkin yang baca tulisan ini akan berpikir saya sombong banget sih. Ada ilmu yang berguna dibilang njelehi. Hey Jude! ….tunggu sebentar. Saya tidak bilang video itu tidak berguna secara umum, untuk orang lain mungkin itu akan sangat berguna,  tetapi untuk saiiiyyyaaaa, tidak lagi berguna untuk saat ini.

        To tell you the truth, having kids or not in life is a choice. Kamu punya pilihan untuk itu. Ketika manten anyar, saya memang memilih untuk punya anak, tetapi seiring berjalannya waktu dan berubahnya situasi dan kondisi, yang berkuasa untuk memberi saya anak rupanya tidak berkenan. Ya sudah, saya mau apa? Usaha sudah, doa sudah, tetapi kalau memang harus ngopeni yang lain, ya saya terima dengan lapang hati. Dan sayapun mblirit dari antrian biar gilirannya untuk yang masih membutuhkan.

Somebody: Lhoh kan situ gak pernah cerita udah usaha apa saja. Siapa tahu kami bisa bantu.

Me: Helloooo. Kamu asisten Tuhan?

        Maaf ya, saya bukan selebritis siapa itu yang keguguran aja bikin instastory. Buat saya usaha dan doa untuk urusan anak beranak ini adalah urusan antara saya, partner saya, dan Sang Pencipta. Bukan konsumsi mereka-mereka. Itulah mengapa setiap ada yang menanyakan kenapa saya tidak segera punya anak bla..bla..bla… saya selalu mengalihkan topik. Saya berusaha untuk tidak menyakiti hati mereka dengan jawaban saya yang mungkin makjleb: Jawabannya sama ketika kamu ditanya kapan kamu mati. Sakit hati gak sih kalo ditanya itu?

        Jadi mari balik lagi ke pesan video tadi. Niat si ibuk ini bagus, (mungkin) tulus karena beliau sendiri juga mengalami hal yang sama. Mungkin beliau lupa atau tidak tahu bahwa saya sudah berada di zona waktu dimana saya harus beradaptasi dengan kondisi tubuh yang tidak se-fit 10 -15 tahun yang lalu. Dan yang menjadi masalah buat saya adalah beliau ini tidak dekat dengan saya, bukan teman nongkrong, bisa-bisanya mengirimkan pesan sesensitif itu. Iya, buat saya itu hal sensitif lho… Urusan hidup mati bukan sih? Mungkin kalau beliau ini mengirimkan pesan ini ketika saya manten anyar, pas Stonehenge lagi dibangun, saya pasti akan sangat berterima kasih. Masalahnya adalah ketika situs Stonehenge dibangun, belum usum wasap dan tiktok.

        Nothing is impossible, gitu kata orang pintar. Kalaupun saya mau mengikuti saran di video tersebut  dan berhasil, yaa…itu kuasa Sang Pencipta. Tetapi saya melilih tidak mengikutinya bukan karena saya putus harapan, tetapi saya sudah berfokus untuk ngopeni hal lain. Tetapi bagaimanapun juga, se-cringy itupun saya harus tetap berterima kasih kepada ibuk tersebut karena telah peduli atas kondisi saya yang sedemikian.

        Tidak kali ini saja saya menerima saran dan bantuan tentang bagaimana supaya bisa segera punya anak. Setiap tahun doa-doa selalu dipanjatkan oleh para sesepuh ketika saya sungkeman hari Raya. Tetapi sekali lagi kalau yang in charge memang tidak memberi saya tugas untuk menjaga seorang anak, mau apa coba? Mempublikasikan hasil tes lab, pengobatan medis dan non-medis kepada khalayak gak bisa merubah keadaan. Beneran lho ini terjadi … Dulu seorang tetangga kontrakan suka memamerkan struk rumah sakit atau dokter dimana beliau menjalani terapi ini itu. Apakah kemudian keadaan beliau berubah setelah semua orang tahu dan trenyuh lalu berdoa untuknya, lalu beliau punya anak? Nope. Well… balik lagi ke yang in charge tadi. Berkenan atau tidak? Itu saja.

        Selain bantuan doa dan saran ini itu, saya juga beberapa kali menerima tawaran bantuan dalam bentuk lain yang sangat menarik. Beberapa kali bertemu kawan-kawan lama  salah satu hal yang dibahas pasti adalah tentang anak. Lagi-lagi saya harus merangkai kata-kata yang pantas supaya tidak menyakiti perasaan mereka dengan jawaban saya. Tetapi satu, atau dua orang berinisiatif menawarkan bantuan khusus, tentu saja ketika kami sudah berada di luar forum kumpul-kumpul karena bantuan ini sangat rahasia.  Begitu tahu keadaan saya yang sedemikian, kawan saya ini menawarkan BLE. (What the hell is BLE? Hahaha…. Ini cuma bikinan saya aja… jangan serius lho yaaa…)  Kalau BLT adalah Bantuan Langsung Tunai. Sementara BLE adalah Bantuan Langsung Enak. Wkwkwkwkwkwk…… You know what I mean, 21+? ðŸ’‹ðŸ’¦  Beneran menarik ini, serius. Tawaran bantuan paling menarik yang pernah saya terima. Gimana enggak? Langsung dan enak pula…. Menggiurkan bukan? Masalah berhasil atau enggak itu urusan nanti, yang penting enak dulu. Gitu khan ya aturannya?  But…. Resiko tinggi. Enaknya 5-10 menit, gak enaknya bisa seumur hidup, apalagi ketika pemberi bantuannya kabur dan gak bisa dimintai tanggung jawab. Belum lagi kalau hasilnya malah mirip sang donatur. Alamat jadi omongan tetangga. Hahahaha…. Itu kejadian 7-8 tahun lalu ketika saya masih dimungkinkan masuk antrian lagi. Para calon donatur tahu banget  itu.  Spekulasi aja siapa tahu saya bersedia menerima bantuan. Sayangnya saya tidak bersedia menerima bantuan tersebut karena ya itu tadi…. Enaknya kenapa cuma 5-10 menit? Kurang lama dong! Daaaayyymmmnnnn! Wkkwkwkwkwk….

        Tetapi BLE mungkin tidak berhubungan langsung dengan umur.  Buktinya di usia saya yang seumur patung kepala Easter Island, masih ada juga yang menawarkan BLE.  Kalau ini sih menurut saya agak beda prosedur, bukan lagi berniat memberi bantuan tetapi lebih ke mutual help. Saya enak sana enak, syukur-syukur kalo ada hasil.💪💓💋💦  Daaaaaaammmmnnnnn!!!!  Hahaha. Stop it!! Calon donatur yang ini rupanya korban kecanggihan teknologi dimana kamera smartphone bisa bikin glowing wajah saya yang bertekstur seperti dinding kubah lava Merapi sehingga tergesa-gesa hendak memberikan BLE. (Sik...saya pengin misuh dikit,  ***!)

        Kesimpulan dari train of thought saya ini adalah  Life is about a choice. When you have chosen something, just go on with it. No regret.  Saya tidak menyesal untuk memilih tidak bertahan di antrian menunggu giliran menerima kepercayaan menjaga seorang anak.  Saya percaya bahwa saya telah ditugasi mengurus hal lain yang tidak kalah pentingnya di sisa umur saya. Dan yang lebih penting adalah saya tidak menyesal sama sekali menolak tawaran dari para donatur BLE tersebut. (Ehehe…maksudnya apa ini?..)  Akhirul kalam, jangan pernah berkesimpulan bahwa hidup seseorang itu seperti yang kau lihat dan pikirkan. Orang yang menurutmu terlihat kasihan, belum tentu dia hidup susah. Mungkin malah kamu sendiri yang menderita.   Therefore, stop being sotoy about others’ life.

 

NOTE:

Di tulisan saya ini saya tidak menggunakan istilah momongan seperti halnya rangorang supaya terdengar lebih halus. Buat saya istilah momongan itu terlalu umum, tidak harus anak atau anak sendiri, bisa berupa apa saja. FYI, saya tiap pagi momong Thanos kucing kezheyengan saya. Wait a sec,  itu angon ya?  Beda. Hahaha…. Lupakan.

tadi nulisnya ditemani: 

https://www.youtube.com/watch?v=drwuLlB9FEo&list=PLFZHnGD4_r9_qq2AK5hkKB_GYJUNEeay8&index=2 

Kamis, 11 Maret 2021

Dua puluh ribu rupiah

 


Dengan Rp 20000 kamu bisa beli apa?

Versi saya

- 2 kg beras kelas biasa

- 2 liter pertamax atau 2,5 liter pertalite (bener ya?)

- 1 tabung gas melon-

- 1/2+ kg ayam potong mentah

- 1 kg telur ayam negeri (kadang-kadang)

- Belanja sayur 2 hari => tahu 3000, tempe 10 bungkus 3000, bayam 3000, cabe+ bawang 5000, minyak goreng 1/4 L 3500, kembalian: 2500.

- Atau 2 GB kuota internet (provider tertentu) bisa untuk WFH beberapa hari biar gak nebeng wifi melulu. 


Versi rang-orang Yes

- soto + 1 potong lauk di warung soto papan atas yang kang parkirnya punya gimmick

- 5 potong sosis solo yang bisa habis dilahap seorang diri dalam 5 menit

- sekotak donat merk lokal isi 6 biji (tapi dicela tidak enak ini itunya dibandingkan merk internesyenel di mol)

- satu gelas plastik es kopi susu kekinian yang manisnya kebangetan. Itupun mungkin harus tambah beberapa ribu lagi biar harganya kliatan kewreyn.

- seporsi steak kawe yang kebanyakan tepung tapi di upload buat status wasap karena mamamnya di sebwah food court mol terkemuka murahnya


Versi di suatu petang gerimis...

Dua puluh ribu adalah harga jasa yang saya bayar kepada  mas bengkel waktu itu. Menurut mas bengkel dua puluh ribu terlalu banyak hanya untuk memasang kembali rantai motor yang lepas. Dia pun bermaksud mengembalikan setengah dari dua puluh ribu itu. Tetapi saya tolak karena tanpa kehilangan dua puluh ribu saya pasti harus mendorong motor lebih jauh lagi dan kena charge minimal 7x lipatnya. Padahal saat itu cuma ada tigapuluh ribu di dalam tas. Atau lebih buruk lagi, tanpa kehilangan dua puluh ribu rupiah itu saya harus mendorong motor sejauh 8 km sampai rumah. Untuk mas bengkel dua puluh ribu malam itu mungkin bisa untuk jajan dua anaknya esok pagi atau belanja lauk untuk sehari. Sepuluh ribu yang hendak dia kembalikan mungkin karena terharu melihat saya yang jam segitu masih berkeliaran di bawah gerimis demi nebeng wifi kantor. 


Jadi ketika kamu membelanjakan dua puluh ribu rupiahmu untuk seteguk kopi kekinian atau semangkuk soto kelas atas dan kamu masih menggerutu karena kurang inilah, kurang itulah, ingatlah orang seperti saya atau mas bengkel. Buat kami uang sejumlah itu berarti untuk hidup satu dua hari. Dua puluh ribu bisa untuk menyambung nyawa supaya tetap berkarya.


Tetapi sekali lagi setiap hal ada tempatnya masing-masing. Tidak perlu merasakan hidup jadi kamu, saya, atau mas bengkel seperti reality show busuk di tipi-tipi itu. Cukuplah hidup di jalur masing-masing. Tetapi berhentilah mengumbar cerita apa-apa yang bisa kamu beli dengan uangmu sementara masih suka minta tethering internet.  



(Fueled by kopi sachet & Dragonforce's Valley of the Damned)

Note: harga2 barang di atas hanya berlaku di tempat saya tinggal dan di saat waktu tertentu.