(don’t) SHOP TILL YOU DROP
Menjelang akhir
tahun begini biasanya pusat-pusat perbelanjaan menggelar diskon besar-besaran
untuk produk apa saja. Wow… sungguh menggiurkan. Siapa yang tidak terpikat
dengan label diskon 50% + 20%? Atau beli 1 gratis 1? Atau beli 4 bayar 3?
Hohoho…… luar biasa! Sekali pergi ke mall bisa jadi kesulitan pulang karena
tidak mampu membawa tas belanjaan yang penuh barang-barang diskonan. Belum lagi kalau kita mempunyai kartu
membership pusat perbelanjaan tertentu, masih bisa dapat poin yang bisa ditukar lagi dengan barang
lho….. Sekali lagi luar biasa!
Kegiatan belanja
selalu diasosiasikan sebagai kegiatan perempuan. Jadi sebagai perempuan “normal” saya juga
suka berburu barang-barang diskonan.
Sering kali teman saya mengajak
belanja ini itu karena ada merek terkenal sedang diskon katanya. Tetapi
sering-seringnya saya enggan untuk mengiyakan.
Kadang-kadang satu hal karena sedang tidak berencana beli-beli dan tidak ada dana. Kedua, karena saya pernah sakit hati dengan yang
namanya diskon. Saya berpikir mengapa
harus membeli barang yang sedang berharga murah kalau sedang tidak
membutuhkannya. Prinsip saya kalaupun
mahal tetapi saya butuh ya saya harus beli.
Contoh yang paling gampang adalah baju.
Musim-musim begini, akhir tahun dan hari raya, yang namanya diskon baju
pasti ada di semua pusat belanja. Kalau
hanya tergiur harga murah, bisa saja beli sekarung. Tapi buat apa menumpuk baju
banyak-banyak , apalagi yang sedang tren.
Bukannya tren itu selalu cepat berubah.
Belum sempat dipakai tren sudah berubah, beli lagi…..begitu
seterusnya. Buat saya beli baju itu
butuh “chemistry”, harga murah dan merek
saja gak cukup. Kalaupun bermerek
dan lagi diskon kalau lagi gak perlu , ya buat apa beli. Suatu kali ketika saya sedang memakai lotion
di kantor, tiba-tiba ada teman saya yang bilang kalau lotion yang sedang saya
pakai itu sedang ada promo di sebuah hypermarket. Katanya lagi, ada potongan harga, jadi lebih
murah sekian rupiah. Saya kebetulan baru saja beli dari tempat lain dan belinya
pun cukup satu saja. Kalaupun di tempat
teman saya belanja itu sedang diskon dan saya cuma beli satu biji apa bedanya?
Paling-paling selisih cuma seribu. Saya
harus bayar parkir lagi, jadinya malah lebih mahal dong…. Kecuali kalau saya
membeli dalam jumlah banyak untuk dijual lagi, itu beda topic. Lalu ada teman yang lain lagi cerita ketika
dia sedang antri di kasir, seorang ibu didepannya mengambil sebuah produk
cookies yang sedang ada promo dan didisplay di dekat kasir, beli satu dapat
dua. Eh, si teman tadi jadi ikut-ikutan
ambil cookies tadi padahal lagi tidak butuh.
Pembelanja yang hebat bukan?
Sakit hati
dengan kata diskon di toko? Itu saya.
Suatu kali saya membeli buku di sebuah toko buku terkenal, tertulis diskon 40%. Sesampai dirumah, ketika saya membuka bungkus
plastiknya secara iseng saya ambil juga stiker harganya.Ternyata ada dua stiker
yang ditumpuk. Yang dibawah harga asli
yang satu lagi harganya lebih mahal beberapa ribu rupiah. Ketika saya iseng lagi menghitung harga yang
tadi saya bayar, harga yang tertera di stiker atas dikurangi nilai diskonnya,
harganya malah jadi lebih mahal dari harga aslinya yang ada di stiker bawahnya…
Langsung saya patah hati. Jadi begini
kelakuannya… Bukan sekali itu saja saya
disakiti oleh diskon. Kali ini terjadi
di sebuah department store ketika hendak membeli jeans. Di situ harganya sekitar 200-300 ribuan
dengan diskon label 50% persen. Saya
tidak langsung beli. Lalu saya pergi ke sebuah jaringan toko local yang memang
terkenal murah meskipun jarang ada diskon.
Ternyata benar, jeans dengan merek dan model yang sama di toko lokal itu
harganya adalah harga jeans yang sudah didiskon
di department store besar tadi.
Kesimpulannya, department store besar itu melipat duakan harganya baru
di label diskon 50% dimana itu adalah harga aslinya produk jeans tersebut. Cape’ dweeeeh…. Mulai saat itu saya selalu berpikir dua kali
kalau ada kata-kata diskon. Saya tidak ingin sakit hati untuk yang kesekian
kalinya. Meskipun kadang saya masih
mencarinya juga
Ngomong-ngomong soal diskon, menurut
saya sebenarnya bukan masalah mendapatkan harga murahnya, tetapi lebih
kepada prestise karena bisa membeli barang-barang bermerek. Dan tentu saja tempat mendapatkan barang itu
adalah satu alasan lain yang membuat orang berlomba-lomba memburu diskon. Mana ada orang yang pamer ketika mendapatkan potongan harga di pasar
tradisional. Sebaliknya kalau
mendapatkan potongan harga 5% saja di sebuah mall mewah, pasti ceritanya keseantero
nusantara secara lisan dan melalui social media J . Orang-orang
yang seperti itu biasanya dari kalangan ekonomi menengah ke atas, OKB, atau
yang pura-pura berpunya. Tetapi kemudian
saya berpikir, kenapa juga harus memburu diskon padahal mereka jelas-jelas
punya uang, kecuali tentu saja yang berpura-pura tadi. Sebuah kenyataan yang aneh.
Kebetulan akhir
tahun ini ada soft opening mall baru di tempat saya. Otomatis semua orang
dibanjiri promosi dan diskon ini itu.
Salah satu retail kelas berat bahkan telah menyebar pendaftaran gratis
kartu keanggotaan jauh-jauh hari sebelum pembukaan mall tersebut. Orang-orang dengan sukacita berduyun-duyun
mendaftarkan diri untuk mendapatkan kartu membership belanja. Ketika seorang teman yang juga bukan pembelanja
bertanya apa keuntungan yang bias diperoleh kalau mempunyai kartu itu. Sales dari retail tersebut menyebutkan sekian
persen potongan harga untuk pembelian barang di tempat itu. Sekian persennya
itulah yang membuat saya melongo, 2.5%!
Weks!!!! Iya kalau saya belinya
satu container, untungnya terasa. Lha
kalau saya cuma beli satu dua biji?
Orang Jawa menyebutnya “nylilit” (*sisa makanan di sela-sela gigi
…ieww!!!)
Ya maklum sih…saya adalah
pengunjung setia pasar tradisional yang tidak mengenal promo dan diskon kecuali
penjualnya baik hati. Saya kurang bisa menjiwai dunia belanja diskon di mall
dan hypermarket. Saya masih addicted dengan senyuman dan candaan mbokdhe-mbokdhe
penjual di pasar yang kadang-kadang tanpa diminta mereka memberi potongan harga
dan extra item dengan senang hati.
Inilah yang tidak bisa saya temukan di tempat-tempat belanja mewah
itu. Kalaupun dapat extra item, pastinya
bayarnya juga ekstra, beli satu dapat dua senilai $$$.... Well……
Memburu diskon itu memang menyenangkan. Saya suka
itu. Tetapi sebaiknya pikirkan pula,
apakah barang yang memikat hati itu memang benar-benar dibutuhkan. (PERHATIAN: SARAN INI BERLAKU HANYA UNTUK
KAUM PROLETAR :D)
Selamat Menikmati Musim Midnight Sale dan Diskon
Akhir Tahun , Kawan….