Total Tayangan Halaman

Kamis, 17 Januari 2013

Terima Kasih, Thank you, Matur nuwun, Danke schon, Arigato, Xie xie, Muchas gracias, Khawp khun kha, Syukran.......

 Terima kasih...........
Ingatkah kapan terakhir kali kita mengatakan itu kepada seseorang? Satu frase yang sangat sederhana tetapi sarat makna.  Sayangnya banyak yang lupa kapan harus mengatakannya.

Beberapa menit sebelum saya menulis ini, saya masih berjuang di jalan raya menuju kantor.  Di sebuah traffic light tak jauh dari rumah terjadilah sebuah insiden yang hanya berlangsung beberapa detik tetapi cukup membuat "train of thought" saya berjalan kencang.  Sewaktu lampu merah menyala di traffic light itu, saya berhenti di belakang sebuah motor berpenumpang dua orang, seorang ibu dan bapak.  Si Ibu membawa sebuah "kruk" ( alat bantu berjalan). Si Ibu menurunkan kruk-nya dan saat itu juga lampu menyala hijau, si Bapak rupanya tergesa-gesa menarik gas sehingga motor tersentak dan jatuhlah kruk si Ibu tepat di depan saya.  Karena menghalangi motor, saya turun dan mengambilkan kruk si Ibu meskipun di belakang ada mobil yang sudah membunyikan klakson. D*** #^!  Si Ibu sepertinya sedang bersitegang dengan si Bapak sehingga melihat sayapun tidak ketika saya mengulurkan kruknya.  Dengan demikian lupalah si Ibu pada frase ajaib itu. terima kasih.  Tetapi sudahlah, mungkin karena terburu-buru dan diklakson mobil-mobil dari belakang, hilanglah hafalan atas kata terima kasih si Ibu.   Bukan sekali ini saja saya mengalami hal seperti itu.  Beberapa saat yang lalu, seorang Bapak yang terlihat berduit buru-buru keluar dari bilik ATM ketika saya mengantri.  Ketika saya masuk, mesin ATM masih berbunyi karena rupanya katru si Bapak itu ketinggalan. saya cepat-cepat ambil dan saya kejar si Bapak yang sudah hampir "nyengklak" motornya. Diambillah kartu itu dari tangan saya dan wushhh........ lupa juga si Bapak dengan frase ajaib itu.  Untung saya tidak suka mengambil milik orang lain, kalau saja saya usil, pasti sudah habis uang si Bapak.  Tetapi tidak tahu juga kalau ATMnya sudah tidak ada isinya sehingga dengan cerobohnya meninggalkan ATM tanpa memeriksa lagi. Mungkin melihat saya bertampang "devilish-demonic angel" jadi malas orang-orang bilang terima kasih ke saya :-D

Bukan kata terima kasih yang saya harap ketika saya tiba-tiba berbaik hati menolong orang, tetapi saya hanya merasa itukah yang kita pelajari sejak kecil? Seingat saya, di pelajaran PMP atau selama indoktrinasi di Penataran P4  jaman dulu, ada disebutkan supaya kita mengatakan terima kasih kepada yang telah menolong kita.  Tetapi kenyataannya, tak banyak yang ingat itu ketika telah terjun ke masyarakat.  Sekarang ketika saya telah mempunyai lisensi mengajar (punya ndak ya?) saya bertemu dengan anak-anak segala umur.  Sebagian dari mereka telah terbentuk sangat baik, selalu mengatakan "Thank you, Miss" setelah pelajaran usai.  Sebagian lagi sama persis dengan moyangnya terdahulu, selalu lupa, bahkan ketika mendapatkan hadiah atau pujian dari guru mereka (ngomong-ngomong, saya guru bukan ya?)

Tidak usahlah berkoar-koar dengan rencana memberikan pendidikan berkarakter di sekolah, mulailah dari diri sendiri untuk membiasakan mengucapkan terima kasih kepada siapapun yang memberikan jasa kepada kita meskipun hanya sedikit, kepada petugas pom bensin, ibu penjual di pasar, tau kepada orang-orang terdekat kita.  Terima kasih telah membaca tulisan saya.

2 komentar:

  1. Tulisannya bagus mbak. Dan kenyataannya memang seperti itu. Mungkin saya suatu ketika bisa jadi bagian orang-orang yang lupa. Terima kasih atas tulisannya

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih telah membaca blog saya. ini baru belajar kok....dan daripada ngomel2 mending nulis.... :)

      Hapus